Katak Langka dan Khas Sebaiknya Jadi Maskot Daerah
07.46
Diposting oleh Melany Christy
BANDUNG, JUMAT - Keanekaragaman dan keunikan katak di Indonesia mungkin sebaiknya diublikasikan lebih luas sebagai lambang daerah. Hal tersebut juga akan membantu menyelamatkan berbagai jenis katak dari kepunahan.
Demikian dikatakan Herpetolog (peneliti katak) dari Sekolah Ilmu Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, Djoko Tjahjono Iskandar dalam workshop tentang katak di Kebon Binatang Bandung, Jumat (27/2).
Menurut Djoko, selain, memiliki peranan penting dalam rantai makanan, katak adalah indikator perubahan iklim dan cuaca. Cacat atau hilangnya jenis katak tertentu di suatu tempat bisa menjadi indikasi kerusakan lingkungan atau perubahan iklim di sekitarnya.
"Berbagai macam cara bisa dilakukan untuk melindungi sekitar 400-500 spesies katak yang terdata di Indonesia. Paling depan tentu konservasi lingkungan tapi ada hal lain bisa menjadi alternatif, yaitu mempublikasikan keragaman dan keunikan spesies katak di Indonesia," katanya.
Menurut Djoko, sejatinya katak di Indonesia memiliki banyak keunikan. Di antaranya warna, ukuran, hingga struktur tubuh. Hal itu, diyakini Djoko bisa dipublikasikan sebagai maskot daerah atau taman nasional. Diharapkan setelah dikenal masyarakat, ekosistem dan keberlangsungan hidupnya bisa terjaga.
Djoko mengatakan, beberapa katak itu antara lain katak raksasa (Limnonectes blythii) asal Sumatera. Ukurannya merupakan yang terbesar kedua di dunia. Panjangnya bisa mencapai 25 sentimeter dan berat 1,5 kilogram.
Selain itu, ada katak darah dari Gunung Halimun, yaitu katak merah (Leptophryne cruentata). Katak ini satu-satunya di Indonesia yang berwarna merah darah.
Djoko juga menyebutkan satu-satunya katak di Indonesia yang tidak memiliki paru-paru yaitu katak kepala pipih kalimantan (Barbourula kalimantanensis). Usianya diperkirakan lebih dari 50 juta tahun dan di Indonesia hanya ada satu spesies. Di Indonesia, katak yang bernafas menggunakan kulitnya ini hanya ditemukan di Taman Nasional Baka Bukit Raya, Kalimantan Barat.
Penelitian kurang
"Selain minimnya perhatian atau kesadaran mempublikasikan kekhasan katak, kurangnya tenaga ahli dan peneliti katak ikut memengaruhi tidak dikenalnya keragaman katak Indonesia," katanya. Menurut Djoko, Indonesia hanya memiliki sekitar 20 orang herpetolog. Akibatnya data mengenai jenis katak di Indonesia belum lengkap.
Sangat sedikit data mengenai keberadaan katak di Indonesia untuk dipublikasikan. Diperkirakan, saat ini masih banyak katak di Indonesia yang belum diberi nama atau diketahui keberadaannya.
Ia membandingkan dengan perkembangan penelitian katak di daratan Eropa yang jumlah spesiesnya hanya sekitar 50 jenis katak. Di setiap negara di Eropa, bisa ditemukan minimal satu ahli katak. Mereka memiliki data lengkap mengenai perkembangan katak di negaranya.
Minimnya data juga dikatakan Kepala Urusan Reptil Kebon Binatang Bandung, Ada Suryana. Menurut Ada, hingga kini data mengenai katak sangat minim, baik itu yang dilindungi atau tidak. Baik itu, informasi mengenai spesies, ekosistem, reproduksi, atau jenis makan. Akibatnya, pihaknya sulit untuk mendapatkan jenis katak yang dilindungi untuk disimpan sebagai salah satu koleksi Kebon Binatang Bandung.
"Hingga kini belum ada jenis katak yang dilindungi disimpan di Kebon Binatang Bandung," katanya.
Other Article
- Strong Quake Strikes Sumatra
- 79 Tewas Akibat Hujan Maha Deras
- Setelah Gempa 7,2 SR , tsunami Menerjang Aceh
- Tolong! Preman Beras Merajalela...
- Ada Gempa di Kupang
- Ekonomi AS Menggeliat, Wall Street Positif
- Nikita Diperkosa lalu Ditinggal di Hutan
- Edmond Ilyas Resmi Dicopot
- Rumah Dinas Brigjen Edmond Ilyas Kebakaran
- Ajaib, Masjid di Lantai 3 Ramayana Tak Ikut Terbakar
- Semakin Dekat, Guru Gencar Padatkan Materi
- Isu Lingkungan Dianggap Tak "Seksi" oleh pemerintah
- Jangan Harap Bertemu Kodok Ungaran
- Katak, Laba-laba, dan Tokek Spesies Baru Ditemukan
- Kodok, Indikator Perubahan Lingkungan
- Katak Baru Hanya Sebesar Kuku
- Kantong Semar Tumbuhan Langka Paling Terancam
- Mpu Tantular Favorit Pelajar-Mahasiswa
- Gaya Fighter versus Elegan
- Pacaran Bikin Semangat
- Belanja Mudah dengan E-Commerse
- Coelacanth, Ikan "Bertangan"
- Dinosaurus Hidup Lebih Lama
- Makan Tanah Demi Kesehatan
- Simpanse Lebih Suka Makanan yang Dimasak
- Dr Zavos Mulai Kloning Manusia
- Berjemur Tak Sekadar Cari Kehangatan
- Sonar Bisa Membuat Tuli Mamalia Laut
- Berhubungan Seks Setelah Makan Daging
- Terancam Punah, 80 Persen Plasma Nutfah Unggas Lokal
- Ditemukan Spesies Mampu Hidup di Air Mendidih
- Jangan Harap Bertemu Kodok Ungaran
- Katak, dan Kerusakan Lingkungan
- Katak, Laba-laba, dan Tokek Spesies Baru Ditemukan
- Kodok, Indikator Perubahan Lingkungan
Posting Komentar