Melepas Rindu di Warung Nasi Kapau
22.29
Diposting oleh zakky amarullah

Keberadaan sederet warung nasi kapau di pinggir jalan yang hanya sepelemparan batu dari bioskop tua Grand itu bisa jadi biasa saja bagi orang yang setiap hari lalu lalang di sana. Tapi tidak demikian bagi mereka yang punya ikatan batin dengan menu-menu yang tersedia di situ. Di luar Ramadan, deretan warung itu siap menerima pengunjung 24 jam setiap hari. Selama Ramadan, warung-warung itu rata-rata baru buka pukul 14.00 hingga sahur menjelang.
Suasana malam rasanya lebih pas untuk warung-warung di tempat tersebut. Pasalnya, selain kesibukan di siang hari yang makin mereda, sinar lampu yang muncrat dari kedai-kedai itu pun menyedot perhatian orang. Orang jadi lebih ngeh dengan keberadaan mereka ketika sore mulai beranjak pergi.
Adalah Hj Nasir, istri Nasir, yang sudah mulai berdagang di sana sejak tahun 1970-an. Warungnya yang bernama Nasi Kapau Sabana Bana ada di antara deretan warung yang ada. Sudah jadi kebiasaan pula, selama Ramadan, tempat itu menambah riuh jalan ketika tiba waktu berbuka dan sahur.
Berbagai penganan buka puasa juga tersedia. Lebih spesial lagi karena kudapan yang ada di tempat itu semua khas Ranah Minang. Sebut saja bubur kampiun, lemang tapai, atau es tebak (es campur khas Minang). Bubur kampiun adalah campuran kolak pisang, bubur sumsum, candil, ketan putih, dan sarikaya telur, yang kemudian diguyur gula merah cair.
Sarikaya telur yang dimaksud adalah adonan telur bebek, ayam, gula aren, santan, dan pandan. Beraroma campuran manis dan wangi, tentu saja menggoda untuk dicicipi. Lemang tapai tak lain adalah ketan yang diberi santan kemudian dibakar selama dua jam. Uniknya ketan ini dimasukkan ke dalam bambu. Dimakan bersama tape ketan hitam. Sementara es tebak adalah es campur dengan isi utama tebak, semacam cendol yang terbuat dari beras. Tebak berwarna putih dan lebih panjang dan tebal serta tidak lembek.
Menurut Hj Nasir, ada cerita di balik nama bubur 'kampiun'. "Dulu penjual bubur ini di pacuan kuda, Bukitinggi. Iklannya kira-kira bunyinya: kalau makan bubur ini jadi juara, kampiun, gitu," katanya. Jadilah nama kampiun melekat hingga sekarang.
Banyak menu
Selain tiga makanan khas tadi, di warung itu digelar lebih dari 20 menu khas Minang. Bebek cabai hijau, telur ikan, dendeng basah cabai hijau, gulai kepala kakap, rendang sambal hijau, adalah sedikit dari menu khas yang siap menggenapi kerinduan Anda pada kampung halaman. Soal rasa, semua pantas dicoba. Tapi andalan di warung ini, ya, yang disebut di awal tadi, yakni bebek cabai hijau, dendeng basah cabai hijau, sup tulang iga, dan telur ikan.
"Di sini juga ada ikan bilis, ikan air tawar. Belum tentu di restoran-restoran besar ada," ujar M Ali, putra Hj Nasir. Ikan bilis itu kecil-kecil kemudian digoreng kering atau diberi sambal. Semua itu bisa dibeli tanpa menguras kocek. Dengan Rp 8.000-Rp 20.000 bisa kenyang dan puas. Harga yang dibayar terutama tergantung lauk yang dimakan.
Di sana juga dijual rendang merah, rendang yang tidak dimasak terlalu lama. Rendang model ini agak jarang ditemukan karena kebanyakan rendang dimasak hingga berwarna gelap.
Meski warung-warung di kawasan itu 'hanya' warung tenda, pembeli tak perlu takut tak kebagian tempat, sebab tempatnya cukup luas. Kursi panjang dipasang berjajar menemani meja panjang. Calon pembeli juga bebas memilih warung mana yang akan didatangi di sepotong jalan itu, sebab tiap warung punya menu khasnya sendiri.
Tapi, menurut Hj Nasir, soal nama Nasi Kapau Sabana Bana, punya arti tersendiri. Maksudnya? "Ini yang sebenar-benarnya. Sabana bana itu sebenar-benarnya. Kita memang yang pertama jual nasi kapau di sini," tandasnya. Pembeli yang ingin membawa pulang lauk juga banyak. Biasanya untuk sahur. Tapi untuk makan besar setelah buka puasa juga tak sedikit.
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini
Other Article
makanan
- Ayam Panggang Lada Hitam
- Juhi Zaman Jepang di Pancoran
- Kisah Seru Es Krim Dulu
- Kopi-Cakwe dari Tak Kie, Kit Cong Kie, sampai Kaus Kaki
- Si Docang yang Nyaris Hilang
- Es "Aci Aren van Garut"
- Soto Santan "Kuah Encer" Ala Bogor
- Rujak ala Encim di Pancoran (1)
- Rujak Ala Encim di Pancoran (2)
- Jajan Pasar Serba Jumbo
- Putu Medan, Puluhan Tahun Menemani Warga Jakarta
- Serunya Berburu Camilan Awet Muda
- Otak-otak Gang Kenanga, Ini, Baru Asli!
- Soto Betawi Sejak Tahun 1940-an
- Soto Betawi Ekstra Sumsum
- Soto Betawi Sarat Bumbu Mpok Encum
- Soto Betawi Rasa Tegal
- Sensasi Sate Lembut Betawi
- Nikmatnya Nasi Goreng Arang Bumen Jaya
- Kue Pengantin Betawi: Pantangan Dilanggar, Kue Gagal
- Aroma Ketumbar Sandwich Vietnam
- Tak Akan Lari, Lek Tau Kukejar
- Ini Dia, Tauto dan Nasi Megono Pekalongan
- Goyang Lidah ala Es Goyang dan Serabi Betawi
This entry was posted on October 4, 2009 at 12:14 pm, and is filed under
makanan
. Follow any responses to this post through RSS. You can leave a response, or trackback from your own site.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar