Malam ini entah kenapa udara yang biasanya panas, mendadak berubah menjadi dingin, ketika aku dan suamiku, tengah menikmati nyamannya tertidur di atas kasur, yang membawa kami berdua terbang ke indahnya alam mimpi. Kurapatkan selimut mencoba melawan rasa dingin yang mendadak meresap ke dalam pori-pori tubuhku.


baca Lanjutan cerita:

Kupandang wajah suamiku diremangnya sinar lampu kamar. Begitu damai dan lembut, sama sekali tak memancarkan amarah, atau kebengisan. Selayaknya perilaku yang dilakoninya sehari-hari, sabar dan bersahaja. Aku tersenyum melihat matanya yang terpejam, lalu kusentuh lembut rambutnya., dan sekali lagi kubisikkan kata cinta, sebelum akhirnya aku kembali melayangkan sukma ke alam bawah sadarku.

BRAK! GLEDEG! DUG!

Aku dan suamiku terperanjat mendengar suara itu. Suara yang berasal dari luar kamar.
“Anak-anak bangun?” Akupun segera beranjak, untuk menemui dua buah hatiku, namun suamiku melarangnya.

“Jangan, Ma, sebaiknya biar aku aja, karena biasanya anak-anak kan nggak pernah bangun malam-malam gini!” bisiknya. Iya juga sih, anak-anak memang kalau sudah tidur, tak pernah bangun hingga menjelang pagi. Lantas siapa yang bersuara itu? Maling?
Kulihat suamiku mulai beranjak dari tempat tidur, kupegang tangannya,

“Hati-hati ya, Pa,” Suamiku mengangguk. Sambil menjinjit dia membuka pintu dengan sangat pelan, mencari dari mana suara itu berasal. Sementara aku hanya bisa melihatnya dari balik pintu, ke mana suamiku melangkah. Suamiku menuju ke belakang rumah, lalu kembali lagi sambil membawa sebuah balok kayu. Untuk apa??? Separah itu kah? Hingga suamiku harus membawa balok?

Karena penasaran diam-diam aku mengikuti suamiku dari belakang, ternyata suamiku menuju ke dapur yang cukup gelap, karena hanya mendapatkan penerangan dari lampu taman yang menembus melalui jendela. Dan benar saja, terlihat sesosok bayangan hitam, mengacak-acak isi almari dengan cueknya, tanpa tahu kami ada di belakangnya. Lantas kulihat suamiku mengayunkan balok itu dan Brakkk! Suamiku memukul kepala maling itu sekeras mungkin, hingga maling itu terjatuh dan terkapar di lantai. Lalu suamiku menyalakan lampu dapur untuk melihat si maling lebih jelas! Namun ternyata si maling masih bergerak, sekali lagi suamiku mengayunkan balok itu tepat di kepala dan Croootttt!!! Darah muncrat ke mana-mana, percikannya mengenai setiap perabot yang ada di sana. Tapi itu tak membuat suamiku berhenti memukul kepala maling itu, suamiku terus memukulnya sampai berulang-ulang kali, maling itupun tak bergerak lagi, mati! Dengan otak yang berhamburan keluar melalui lubang mata dan telinga. Pemandangan yang teramat sangat mengerikan, yang baru sekali ini kulihat di sepanjang hidupku. Dan yang lebih mengerikan lagi ternyata… suamiku adalah seorang pembunuh berdarah dingin!

Kututup mulutku dengan kedua telapak tanganku. Aku tak percaya, suamiku bisa begitu tega melakukan itu, dengan tanpa perasaan! Suamiku yang berwajah baik dan lembut itu ternyata berdarah dingin dan sadis! Tubuhku gemetar sangat ketakutan, apalagi saat kulihat dia dengan tanpa perasaan mengelap darah dan otak yang berceceran dengan menggunakan tissue!

“Aku nggak nyangka papa bisa begitu sadis!” kataku masih dengan mulut yang bergetar. Sementara suamiku terkejut menyadari kehadiranku.

“Sejak kapan mama berdiri di situ?!?” tanyanya.

“Dari tadi, Pa…,” Suamiku menatapku.

“Aku benci ada yang menyusup ke rumah kita dan mengambil apa yang kita punya, Ma! Dan aku juga nggak mau anak kita, keluarga kita jadi korbannya! Daripada itu terjadi, mending aku habisi dia duluan kan?!?” Suamiku benar, hanya saja aku shock melihatnya melakukan itu.

“Sebenarnya aku juga nggak ingin ngelakuin ini, Ma, tapi aku terpaksa memukul dia sampai mati! Andai saja bisa kutangkap pasti aku tangkap! Tapi Mama tahu sendirikan dia itu gesitnya kayak apa? Bisa-bisa lari duluan sebelum ketangkap!” Aku mengangguk, membenarkan ucapan suamiku, tapi dasarnya aku orangnya tidak tegaan, tetap saja kejadian itu terlalu sadis untukku.

“Lagi pula sebelum memukulnya aku udah minta maaf dulu kok sampai berulang-ulang kali lagi, malahan sempet memohon supaya Tuhan mengampuni aku, hanya saja tadi Mama nggak denger karena terlalu jauh,” jelas suamiku, kali ini membuatku tersenyum.

Dasar suamiku berhati lembut, mau membunuh tikus saja pakai doa dan minta maaf dulu, benar-benar aneh… Tapi setidaknya aku kini sedikit merasa lega, karena nyatanya suamiku tak sesadis yang aku kira!

Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kiri disini
Kode Iklan anda yang ingin ada di sebelah kanan disini

Other Article



visit the following website islamic.net Make Smart Berita Bola